Ayo Sowan Simbah
Banyak orang tidak tahu kalau tanggal 14 September bagi bangsa Indonesia
merupakan Hari Kunjung Perpustakaan. Dua puluh dua tahun silam Presiden Soeharto
didaulat untuk meresmikan pencanangan tonggak bersejarah itu. Kunjungan ke
perpustakaan digadang mampu mematik minat baca masyarakat. Sebagaimana kita
maklumi, bahwa bangsa Indonesia memiliki masalah akut berupa rendahnya minat
baca warga bangsa secara umum. Hari Kunjung Perpustakaan diramu sebagai obat
agar masalah akut ini tidak terus berkepanjangan. Untuk semakin memperbesar
keberhasilan bahkan selama satu bulan penuh September lantas ditetapkan pula
sebagai Bulan Gemar Membaca. Timbul pertanyaan menggoda atas himbaun Hari
Kunjung Perpustakaan pada era digital seperti saat sekarang ini. Masih
relevankah bujukan tersebut? Kala tingkat kepercayaan masyarakat kepada internet
dan mesin pencari (search engine) begitu besar. Saat segala tanya dan
keingintahuan melabuh kepada internet bukan ke perpustakaan. Ketika katalog
perpustakaan kalah populer dari mesin pencari bernama Google. Bahkan si mesin
ini mendapat julukan mBah walau berusia masih seumur jagung. Simbah atau mBah
adalah julukan bernada pengakuan atas kepakaran atau keparipurnaan. Maka
ramai-ramai orang menyebut simbah, jadilah mBah Google. Sementara, perpustakaan
yang bagi bangsa Indonesia dimaknai sebagai: Institusi pengelola koleksi karya
tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang
baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi dan
rekreasi para pemustaka. (UU R.I Nomor 43 tahun 2007); wajib berjuang keras
untuk menjadi wahana pembelajaran masyarakat demi mempercepat tercapainya tujuan
nasional mencerdaskan kehidupan bangsa. Mengunjungi perpustakaan setara dengan
wisata ke dalam destinasi arsitektural pengetahuan. Membaca bahan pustaka yang
tersedia di perpustakaan bagaikan menjelahi ruang demi ruang, pilar demi pilar,
dindingnya, hamparan lantainya, dsb. Sensasi yang muncul akan memberikan
pengalaman estetik memperkaya batin. Begitulah membaca bahan pustaka di
perpustakaan yang perbendaharaannya bisa sangat luar biasa. Perpustakaan
merupakan instrumen penting untuk mewujudkan potensi besar dari pengetahuan yang
terkandung dalam media penyimpan pengetahuan baik dalam buku, atau sebelum dan
sesudah tablet tanah liat, papirus, perkamen, lontar, manuskrip, sampai dalam
format Portable Document Format (PDF). Memasuki perpustakaan mengantarkan orang
ke dalam kekuatan yang tiada tanding. Menyelami kedalaman palung pemikiran dan
penelitian sesuai yang menjadi pilihan hati. Menerjemahkan diri ke waktu dan
tempat yang ingin ia jalani. Tidak terbelenggu dogma tunggal, namun merdeka di
atas sebuah kerajaan pengetahuan. Perpustakaan seribu buku yang disatukan
menyajikan faedah yang jauh berbeda daripada yang bisa dipersembahkan oleh
seribu buku di tempat terpisah. Dalam perpustakaan terjalin komunikasi
pengetahuan tidak hanya dari satu orang ke orang lain, dari satu budaya ke
budaya yang lain, tapi dari satu generasi ke generasi yang lain. Khazanah bahan
pustaka memberi penyatuan pemahaman yang menghubungkan dan memungkinkan
generasi, untuk berbagi pengalaman manusia dari waktu ke waktu, dan mewujudkan
visi hidup manusia ke depan masa yang jauh. Sekali lagi, perpustakaan adalah
instrumen penting untuk mengejawantahkan potensi media pengetahuan untuk
keabadian. Bagi John Wood dengan Room to Read-nya perpustakaan adalah instrumen
untuk mewujudkan demokratisasi pengetahuan. Secara total Wood mendedikasikan
diri bagi pendidikan bagi anak-anak di negara berkembang. Wood telah membangun
sebanyak sepuluh ribu perpustakaan selama sepuluh tahun. Ia memiliki misi:
“menciptakan pembaca independen dan pembelajar seumur hidup”. Semboyan Wood di
Room to Read tetap konsisten yaitu “Perubahan Dunia dimulai dengan Anak-anak
Berpendidikan” (Wood, 2014:10).
Evolusi
Pada mulanya manusia menyimpan pengetahuan dalam ingatan saja serta
mengomunikasikan secara lisan. Pengetahuan pada masa itu dikomunikasikan
berdasarkan daya ingat orang per orang. Pengetahuan disimpan dan diumpankan
kembali secara mnemonik dan berformula. Walter J. Ong, mengungkapkan dalam satu
judul bab buku: “Kita Tahu Apa yang Bisa Kita Munculkan Kembali: Mnemonik dan
Formula”. Orang harus berpikir dengan pola mnemonik, yang dirancang agar mudah
diulang secara lisan. Pemikiran harus menjelma dalam pola-pola sangat ritmis
yang seimbang, dalam pengulangan atau antitesa, dalam aliterasi dan purwakanti,
dalam ungkapan berepitet atau ungkapan formulawi lain, dalam latar tematis
standar..., dalam pepatah yang terus-menerus didengar oleh semua orang sehingga
dengan mudah muncul di pikiran dan memang dipola untuk disimpan dan siap
dipanggil kembali, atau dalam bentuk mnemonik lain. (Ong, 2013: 50-51). Pada
masa budaya lisan pengetahuan disimpan dan dikomunikasikan dengan syair,
ungkapan, mantra, pepatah, foklor, mitos, cerita atau legenda. Saat manusia
mengenal aksara pengetahuan disimpan dalam benda-benda yang dapat ditulisi.
Bahan pustaka masih terbatas lempeng tanah liat (clay tablets), dan berkembang
perlahan dengan bahan-bahan yang bisa ditulis lain seperti papirus, perkamen,
dan vellum. Merunut sejarah, “DNA” (gen pembawa sifat) perpustakaan mulai
sekitar tahun 2000 SM di Sumeria, Mesopotamia, Mesir. Kala itu perpustakaan
masih merupakan bagian dari sebuah institusi, bisa bagian dari kuil, candi, atau
bagian dari perguruan/perdikan. Perpustakaan sebagai penyimpanan pengetahuan,
hanya dapat diakses oleh sekelompok pemakai terbatas. Hadirnya mesin cetak
Gutenberg pada pertengahan abad 15 serta penemuan kertas sebagai bahan pustaka,
menjadikan buku cetak sebagai media pengetahuan utama. Pengetahuan mendapatkan
media penyebaran baru yang lebih luas cakupannya dan lebih cepat. Akibatnya
perpustakaan mengalami perkembangan dan semakin kokoh eksistensinya. Layanan
perpustakaan kepada masyarakat semakin kokoh fondasinya ketika perpustakaan
melengkapi diri dengan sistem katalog dan klasifikasi. Dewey Decimal
Classification (DDC) dan Anglo-American Cataloguing Rules (AACR) menjadi pedoman
penting dalam pengelolaan perpustakaan. Evolusi perpustakaan memasuki babak baru
lagi ketika teknologi komputer muncul. Pengetahuan manusia mulai dicatat ke
dalam format digital, bit-bit data telah mengambil dan melengkapi fungsi tinta
dan pena. Otomasi dan digitalisasi menjadi rutinitas pekerjaan baru di
perpustakaan. Namun sebagai pranata sosial fungsi dasar perpustakaan untuk
mengelola khazanah pengetahuan adalah terus melekat dalam setiap masa; sejak
dari zaman tablet tanah liat (clay tablets), papirus, perkamen, kertas
manuskrip, buku cetak, sampai tablet iPad dan era PDF.
Perpustakaan Global
Produk teknologi informasi berupa komputer menjadi biang perubahan di segala
lini kehidupan. Komputer menjadi mediator antara manusia dengan khazanah
perbendaharaan pengetahuan. Selanjutnya, komputer yang saling terhubung baik via
wireless maupun wired telah mengejawantahkan apa yang diangankan oleh Sir Arthur
Charles Clarke sebagai “perpustakaan global”. Perpustakaan sebagaimana telah
diwacanakan oleh Clarke dalam serangkaian esai majalah mulai tahun 1958 yang
akhirnya menjadi buku berjudul Profil Masa Depan, diterbitkan pada tahun 1962.
Internet menjadi realitas virtual bagi sistem perpustakaan global sesungguhnya.
Internet menjadi padanan kata yang sebangun dengan perpustakaan persis saat
perpustakaan berada dalam era buku tercetak. Internet dan mesin pencari telah
mengamplifikasi “DNA” perpustakaan secara jenius. Peran dan fungsi perpustakaan
masa kini telah mengejawantah secara berkali lipat dengan hadirnya internet
serta mesin pencari. Terjadi proses yang resiprokal antara perpustakaan dengan
internet. Perpustakaan berada dalam internet atau sebaliknya internet berada di
perpustakaan, begitu virtualistik sulit untuk mengidentifikasi. Pada era digital
seperti saat ini format PDF menjadi standar baru bagi penyimpanan dan
pendistribusian khazanah pengetahuan di perpustakaan. Pemustaka dari generasi
milenial sudah terbiasa membaca e-book melalui ponsel di tangannya. Maka
Perpustakaan Nasional RI dengan iPusnas adalah contoh baik sebuah upaya
perpustakaan masa kini dalam mengikuti langgam zamannya. iPusnas merupakan
aplikasi perpustakaan digital berbasis media sosial yang dilengkapi dengan
e-Reader untuk membaca e-book. iPusnas dapat didownload lewat Google Play Store
dari ponsel.
Dengan fitur-fitur media sosial pemustaka dapat terhubung dan berinteraksi
dengan pengguna lain. Dapat memberikan rekomendasi buku yang sedang baca,
menyampaikan ulasan buku serta mendapatkan teman baru. Membaca e-book di iPusnas
jadi lebih menyenangkan karena dapat membaca ebook secara online maupun offline.
Fitur unggulan iPusnas: Koleksi Buku: Ini adalah fitur yang mengantarkan
pemustaka menjelajahi ribuan judul e-book yang ada di iPusnas. Pilih judul yang
diinginkan, pinjam dan baca hanya dengan ujung jari. ePustaka: Fitur unggulan
iPusnas yang memungkinkan bergabung menjadi anggota perpustakaan digital dengan
koleksi beragam dan menjadikan perpustakaan berada dalam genggaman. Feed: Untuk
melihat semua aktifitas pengguna iPusnas seperti informasi buku terbaru, buku
yang dipinjam pengguna lain dan beragam aktifitas lainnya. Rak Buku: Merupakan
rak buku virtual milik pemustaka di mana semua riwayat peminjaman buku tersimpan
di dalamnya. e-Reader: Fitur yang memudahkan Anda membaca e-book di dalam
iPusnas. Selain iPusnas kini sudah banyak perpustakaan digital bermunculan
memanjakan para pemustaka. Selain iPusnas telah bermunculan
perpustakaan-perpustakaan digital lain seperti: iJak, iKaltara, ijogja, iJateng,
iKaltim, dsb. Dengan aplikasi perpustakaan digital ini kita dapat mencari,
meminjam dan membaca buku dari mana dan kapan pun kita mau. Laiknya
berberkunjung ke perpustakaan konvensional karena diri kita telah diwakilkan
oleh akun media sosial (Facebook) atau e-mail sebagai realitas virtual kita.
Selaras gaya hidup kekinian perpustakaan benar-benar berada di ujung jari kita.
Maka pengertian perpustakaan masa kini berlabuh kepada pemahaman bahwa
perpustakaan adalah alamat terkonsentrasinya khazanah pengetahuan sehingga
pengetahuan dapat diabadikan dan dikomunikasikan melintasi batas ruang dan
waktu; selanjutnya perpustakaan merupakan wahana belajar sepanjang hayat untuk
mencerdaskan kehidupan umat manusia. Jadi jangan sungkan-sungkan lagi ayo sowan
simbah.[]
Baca juga di sini
Komentar